27 Maret 2011
Keajaiban Injury Time
Sepakbola itu berlangsung selama 90 menit plus beberapa menit tambahan waktu. Selama itu, haram hukumnya bagi setiap tim untuk lengah. Jika teledor, siap-siap saja dihukum dengan cara yang mengerikan.
Manchester City baru saja tahu pahitnya jadi pecundang gara-gara gol telat Michael Owen di laga derby melawan Manchester United.
Tentu saja, jumlah waktu tambahan yang diberikan wasit di laga derby itu amat mudah dipersoalkan. Itu betul. Tapi protes soal jumlah tambahan waktu itu adalah satu soal, dan tetap berkonsentrasi hingga peluit tanda berakhirnya pertandingan ditiup adalah soal yang lain.
Saya percaya Kolo Toure, Julien Lescott, Wayne Bridge, Micah Richards dan Mark Hughes bukannya tak tahu soal itu. Persoalannya, menjaga tempo dan konsentrasi di menit-menit akhir bukanlah perkara mudah.
Tidak mudah untuk terus-menerus memicing mata dan memancangkan konsentrasi di menit-menit terakhir pertandingan, taroh kata di 5-10 menit terakhir. Ini bukan soal mau atau bukan, tapi perkara tenaga dan emosi yang sudah terkuras sehingga berkonsentrasi di menit-menit krusial itu kadang bukan perkara mudah.
Beruntunglah tim yang pemain-pemainnya bisa tetap fokus di menit-menit akhir pertandingan. Jauh lebih beruntung lagi jika sebuah tim punya pemain yang bermental baja dan tidak mudah menyerah, sehingga ketinggalan gol hingga menit 80-an atau bahkan 90-an sama sekali tidak mengendurkan semangat dan vitalitas. Jika sudah begitu, tinggal butuh sedikit keberuntungan bagi tim macam itu untuk bisa bikin gol, entah gol penyama kedudukan atau gol penentu kemenangan.
Gol-gol telat di periode injury time akan sukar dilupakan jika sudah terjadi di partai-partai krusial, lebih-lebih jika pertandingannya di level atas.
Saya masih ingat beberapa di antaranya. Gol David Trezeguet di injury time memupuskan keunggulan Italia pada final Piala Eropa 2000 di Belanda. Prancis akhirnya menang berkat -lagi-lagi- gol telat Sylvain Wiltord pada menit-menit terakhir perpanjangan waktu babak kedua. Saya juga masih ingat bagaimana Maradona menangis sesenggukan karena gol penalti Andreas Brehme di menit 85 pada Final Piala Dunia 1990 di Italia yang membuat Jerman Barat menjadi juara dunia untuk kali ketiga.
Gol telat yang masih belum lekang diingatan saya terjadi di Nou Camp pada Final Piala Champions 1999 antara Manchester United dengan Bayern Muenchen.
Hingga menit 90, Muenchen sudah unggul 1-0 berkat tendangan bebas Mario Basler di babak pertama. Suporter Muenchen sudah berosrak-sorak, Matheus sudah senyum-senyum di bench karena beberapa menit sebelumnya ia diganti. Panitia pertandingan bahkan sudah memasang pita berlogo Muenchen di Piala.
Tapi anak-anak Old Trafford tak menyerah. Dukungan dan teriakan suporternya diamini oleh Beckham, dkk., di lapangan. Mereka terus menggempur. Sampai akhirnya Solksjaer berhasil melahirkan tendangan bebas pada menit 90 lewat beberapa detik.
Beckham ambil tendangan, bola melayang ke kotak pnalti, bergulir beberapa kali sebelum sampai ke kaki Sheringham yang meneruskannya ke sisi kanan Oliver Kahn yang cuma bisa bengong. Gol. Stadiun bergemuruh. Mattheus di bench melongo tak percaya.
Tapi pertandingan belum usai. Semenit kemudian, MU lagi-lagi beroleh sepak pojok. Kali ini pendukung Muenchen berdegup jantungnya. Mereka belum pulih dari shock gol Sheringham. Beckham, lagi-lagi menjadi penyihirnya, dengan ayunan kaki kanan yang gemulai, diiringi teriakan fansnya yang menggemuruh, bola melayang ke kotak penalti, di sundul Sheringham dan bola jatuh di kaki Solksjaer yang dengan refleks gemilang mengangkat kakinya sedikit. Bola melayang -kali ini- ke sisi kanan Oliver Kahn.
Gol. Seisi stadion seperti runtuh oleh gema teraiakan pendukung MU. Pendukung Muenchen meratap. Mattheus tampak terbengong-bengong.
Keberuntungkah itu? Mungkin.
Tapi, jika pun itu keberuntungan, itu adalah hadiah dari Dewi Fortuna yang diberikan kepada orang-orang (baca: pemain MU) yang tak pernah menyerah oleh himpitan waktu yang memburu. Ini contoh keberpihakan Dewi Fortuna yang bersyarat: bahwa keberuntungan akan mudah hinggap ke orang-orang yang mau memforsir tekad dan tenaganya hingga batas yang paling dimungkinkan untuk mencapai satu tujuan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar