27 Maret 2011

Pra dan Pasca Pertandingan Sepakbola





Sebuah pertandingan sepakbola sering dikaitkan dengan statistik, sejarah, dan rekor kedua klub yang akan saling berhadapan. Kadang juga dikaitkan dengan kondisi pemain secara keseluruhan.
Sehingga sebelum laga dimulai, banyak muncul prediksi, psy war yang dilakukan pelatih atau pemain, hingga pendapat para komentator pertandingan. Tak jarang hal ini menimbulkan perdebatan hingga keributan. Padahal sebuah hal yang sia-sia, jika berkelahi atau membuat keributan, hanya karena komentar dan prediksi yang dilakukan oleh kantor berita atau perseorangan, menjelang sebuah pertandingan. 
Saya pernah mendengar sebuah cerita, entah benar-benar terjadi atau tidak, tentang seorang bapak yang berkelahi dengan anaknya hanya karena "TV khayalan".

Suatu sore, ada seorang bapak dan anaknya yang duduk-duduk di beranda rumah mereka. Mereka membicarakan tetangganya yang mempunyai televisi baru.
"Pak, kapan ya kita punya TV?" Tanya anaknya kemudian.
"Ya, nanti kalau bapak punya uang lebih."
"Bener ya, pak?"
"Iya, bapak janji. Tapi kamu harus sekolah yang rajin. Gak nakal lagi." Kata si bapak dengan sungguh-sungguh.
"Nanti kalau liburan, aku boleh ya nonton seharian?"
"Kok seharian? TVnya kan juga perlu istirahat. Kamu juga."
"Tapi kan kalau liburan acara TV katanya bagus semua pak. Banyak film-film bagus." Si anak mulai ngeyel.
"Gak boleh. Nanti kalau TVnya rusak gimana? Kan TV itu mahal harganya." Si bapak juga mulai menaikkan nada suaranya.
"Kan bisa diperbaiki. Pokoknya kalau liburan, aku mau nonton TV seharian!" Si anak tetap membantah.
"E.. e.. e.. mulai berani ngelawan ya?" Si bapak tensinya naik.
Si ibu yang mendengar suara suami dan anak semata wayangnya mulai berkelahi, langsung tergopoh-gopoh ke beranda rumahnya. "Ada apa ini? Bapak sama anak kok berkelahi?"
"Ini, bu. Bapak gak bolehin aku nonton TV seharian waktu liburan." Anaknya mengadu.
"Ya tetep gak boleh. TVnya nanti kan jadi cepat rusak bu e..." Si bapak gak mau kalah.
Si ibu bingung. "Kita punya TV baru ya? Kok bapak gak bilang-bilang?"
Lalu si ibu ngeloyor ke dalam rumah, mencari TV yang jadi sumber keributan itu. Si bapak dan si anak berpandangan dengan mimik muka yang tak kalah bingung.

Cerita tadi, TV yang belum dibeli tapi bisa membuat bapak dan anak berkelahi, bukankah bisa diibaratkan dengan orang-orang yang berkelahi sebelum laga sepakbola dimulai? Mending jika berkelahi melalui omongan, tapi kalau sudah main tangan? Rugi dua kali. Tidak bisa melihat laga yang sebentar lagi akan dimulai karena bisa jadi malah meringkuk di balik jeruji besi.
********/*******

Nanti malam ada big match liga Inggris yang memperebutkan puncak klasemen sementara. Pertandingan antara Manchester United vs Arsenal.
Seperti biasa, semua mulai membicarakannya. Ada yang menyebut "David vs Goliath", ada yang bilang "Clash of The Titans", bahkan ada yang menulis "El Clasico jilid 2".
Psy war mulai digencarkan. Berita-berita yang membahas statistik pertemuan kedua klub dan juga prediksi dari beberapa kalangan mulai disebarkan. Tidak jarang pula hal ini menimbulkan perdebatan dan saling "perang" komentar di forum-forum internet.
Contoh saja sebuah portal berita: detiksport, yang menempatkan beberapa judul yang bertajuk "Jelang MU vs Arsenal":


Tapi lagi-lagi itu semua hanyalah teori, seperti yang dikatakan Sepp Herberger tadi. Orang boleh saja memprediksi berdasarkan statistik, sejarah, dan rekor-rekor pertemuan kedua klub. Tapi kenyataannya bola itu bundar, dan tidak semua yang dikatakan "pengamat sepakbola" itu benar.
Akhir sebuah pertandingan di liga hanya ada tiga: menang, kalah, dan seri. Dan sebuah tim yang baik harus mempersiapkan mental pemainnya untuk menang, tapi juga membekali mereka dengan sikap mau menerima kekalahan.
Jika para pemain dan managernya sudah bersalaman di akhir pertandingan, mengapa pula para supporter kemudian rusuh di luar lapangan, pasca pertandingan?
Semoga kita bisa lebih bersikap dewasa, sebelum dan sesudah menonton pertandingan sepakbola.

0 komentar:

Posting Komentar