Di tengah ramainya perhelatan Piala Dunia 2010, saya sempatkan diri untuk menyapa sahabat saya, Marina, seorang gadis Brasil yang tinggal di Sao Paolo. Sebagai pendukung Brasil sejak bertahun-tahun lampau, saya ingin menyatakan dukungan saya pada timnas-nya.
“Marina, Goodluck ya buat Tim Brasil!” sapa saya di Yahoo Messenger.
“Thank you!”, balasnya cepat.
Ia lalu bertanya, “Eh, Indonesia punya tim sepakbola juga kah?”.
Entah mengapa, pertanyaan sederhana itu membuat saya gugup, “Mmm.. Iya, ada”.
“Bagaimana prestasi tim Indonesia? Kalian peringkat berapa di FIFA?”, tanyanya lagi.
“Wah, saya lupa. Sepertinya peringkat kami tidak bagus. Orang Indonesia tidak bisa main bola sih!”, jawab saya sekenanya.
Ia mencoba menghibur, “Ah, jangan begitu! Lalu apa olahraga paling popular di Indonesia?”.
Saya menjawab getir, “Yaa.. sepakbola”.
Ia tertawa, “Oke lah, saya harap tim Indonesia bisa punya banyak prestasi, dan bisa bertanding di piala dunia”.
Saya hanya tersenyum pahit. Dalam hati saya berkata; Itu mah sampai kiamat juga tidak akan kejadian!
Saya tentu tahu, Timnas Indonesia berada di urutan ke-137 dalam Daftar Peringkat Dunia FIFA yang dirilis April 2010 lalu. Jauh dibawah Vietnam (117) dan Thailand (106). Tapi masak saya mesti mengatakan itu ke dia? Malu lah! Saya lebih gila bola dari dia. Dulu, waktu kami sering jalan bareng di Paris, dia sempat heran dengan pengetahuan sepak bola saya. Saya hafal nama pemain Brasil yang bernaung di klub-klub Eropa. Hafal sejarah Timnas Brasil di Piala Dunia. Biasanya Marina hanya mengangguk-angguk, setiap kali saya bercerita dengan penuh semangat tentang sepak terjang pemain Brasil. Dalam hati dia mungkin berkata, “Kasihan amat ya orang ini. Wong saya yang asli Brasil biasa-biasa aja!”
Dulu Presiden SBY pernah bilang (atau ngeles?), kalau kita tidak perlu malu karena tidak bisa menghasilkan satu pun pemain hebat dari 200 juta warga Indonesia. Toh India dan Cina juga tidak punya pemain bola yang hebat. Beliau mungkin lupa, tidak seperti Indonesia, sepak bola bukan cabang olahraga yang populer di negara-negara tersebut. Lagipula Cina punya deretan prestasi di banyak cabang lain. Atlit-atlit mereka selalu mendominasi perolehan medali di Olimpiade atau Asian Games.
Malam menjelang pertandingan final antara Spanyol-Belanda, iseng-iseng saya nonton RCTI. Saya lihat Presiden SBY dan Menpora berbincang seru tentang Piala Dunia dalam sebuah siaran langsung. Dalam hati saya bertanya, kira-kira ada tidak ya, kepala negara lain di muka bumi ini, yang Timnas-nya tidak ikut Piala Dunia, tapi begitu semangat dan antusias membicarakan tim negara lain? Disiarkan secara langsung pula? Sang Menpora tidak kalah semangat. Dengan kumis lebat yang hampir masuk mulut, ia termonyong-monyong membicarakan kehebatan timnas Belanda. Ia bertukas bangga, “Asal anda tahu saja, ada 5-6 pemain Belanda yang keturunan Indonesia loh!”. Lalu ia melontarkan ide ‘cemerlang’ kepada Presiden, “Kita bisa data semua pemain-pemain dunia yang punya darah Indonesia, kita tawarkan, siapa tahu mereka mau main buat PSSI?”. Saya hampir keselek mendengarnya.
Saya bayangkan sang Menpora mendekati Bronckhorst, De Jong, Heitinga dan sejumlah pemain ternama yang ia klaim punya darah Indonesia. Dengan cuping kembang kempis ia berkata kepada mereka, “Meneer, nenek moyang anda kan orang Indonesia. Kira-kira anda mau tidak main untuk Timnas kami? Memang sekarang kami cuma berada di urutan 137 dunia, tidak punya prestasi apa-apa, organisasinya juga dipimpin sama mantan napi korupsi. Tapi kami butuh orang seperti anda, karena kami tidak mampu (dan tidak akan mampu) mencetak pemain-pemain kelas dunia. Gimana, mau ya? Hitung-hitung balas budi sama nenek moyang”. Si Bronckhorst dkk menatap senyum sang Menpora yang nyaris tertutup bulu-bulu di atas mulutnya. Mereka mengernyitkan dahi dan menjawab ketus, “Ya enggak lah!! Kami jadi hebat begini kan karena didikan sepakbola negara kami, Belanda. Enak aja situ mau metik hasil tapi gak mau nanem benih. Kalo situ gak bisa mendidik pemain, ya nggak usah main bola!”.
Kasihan amat Presiden dan Menpora Indonesia yang (seperti saya dan seluruh rakyat Indonesia) hanya bisa menyoraki negara lain di Piala Dunia. Bedanya, saya tidak punya mimpi aneh-aneh, seperti mengkhayal Timnas Indonesia ikut main di PD, atau ada pemain dunia yang ujug-ujug ingin gabung ke PSSI. Saya tentu sedih (dan malu) dengan prestasi Timnas Indonesia. Tapi lebih sedih (dan malu) mendengar mimpi dan khayalan pejabat negara saya. Dari mulai mau jadi tuan rumah Piala Dunia, sampe mengkhayal Bronckhorst mau masuk PSSI. Mimpi sih boleh-boleh saja, Pak. Tapi mimpinya yang bener dong! Silahkan anda bermimpi untuk memperbaiki pembinaan sepakbola di Indonesia, bukannya mimpi mencuri pemain hebat hasil binaan negara lain!
Saya yakin, sampai 100 tahun ke depan, orang Indonesia cuma bisa teriak-teriak di depan layar, nonton bareng di kafe-kafe sambil sambil memakai seragam Timnas negara lain, lalu ngetik status di facebook atau twitter menyemangati negara lain. Kalo punya duit lebih, hasil kerja keras atau korupsi, bisa lah gabung sama supporter-suporter negara peserta Piala Dunia, hitung-hitung nambah pemasukan devisa negara tuan rumah. Yah, orang Indonesia memang tidak bisa main dan ngurus bola!
sumber : http://bolaria.com/baca/2010/07/13/orang-indonesia-tidak-bisa-main-bola-dan-mengurus-bola.html
0 komentar:
Posting Komentar